Langsung ke konten utama

Tanggapan atas kritik Imam Ibnu Hajar al-Asqālani terhadap Tafsir ar-Rāzi.


 


Tafsir al-Kabīr atau lebih dikenal dengan nama Mafātihul Ghaib adalah kitab tafsir yang menganut metode tafsir bi ar-ra’yi di dalamnya membahas berbagai macam displin ilmu dari mulai bahasa, alam, filsafat, tabiat, astronomi, matematika  bahkan kedokteran. Namun yang paling kental dalam pembahsannya adalah mengenai ilmu kalam sehingga tidak heran jika tafsir ini dijadikan sebagai salasatu rujukan dalam memamhami ilmu kalam khususnya Akidah Asy’ariyah. Hampir di setiap ayatnya mengandung perdebatan sudut pandang Asya’irah dengan berbagai macam aliran pemikiran.

Tafsir yang diprakarsai oleh Syaikhul Islam Fakhrudin ar-razi (544-606 H) ini banyak menuai pujian sekaligus juga krtitikan, pujian yang dilayangkan kepada penulisnya tentu karena keistimewaan dari tafsir tersebut. Sampai beberapa mufasir di era berikutnya juga banyak yang metode penafsirannya dipengaruhi oleh ar-Rāzi ini, seperti Imam Abu Hayyan al-Andalusi, Imam Baidhawi, Imam Ibnu Katsir, Imam Ibnu Ajibah, Imam Alusi, Syekh Rasyid Ridha bahkan sampai Syekh Mutawalli Sya’rawi.

Tidak hanya pujian, kritikan pedaspun banyak yang menyerang beliau. Diantara kritikan yang paling fenomenal adalah kritikan yang dilayangkan oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqalani seorang faqih syafi’iyah dan muhaddist ternama.

Beliau dalam kitabnya Lisānul Mīzan mengkritik Tafsir ar-razi dengan mengatakan bahwa :

يورد الشبهة نقدا  ويرد نسيئة

Menurut Imam Ibnu Hajar, metode yang dipakai Imam ar-Rāzi dalam tafsirnya memiliki celah, karena di dalamnya banyak memaparkan  pemikiran dari berbagai aliran seperti Mu’tazilah, Murji’ah, Mujassimah bahkan Jahmiyah dengan sangat apik tapi tidak di balas kritikan Imam ar-Rāzi dengan proporsional, beberapa persoalan hanya ditanggapi ala kadarnya beberapa lagi tidak ditanggapi sama sekali.

Hal ini secara kasat mata menimbulkan kesan bahwa Imam ar-Rāzi kurang mampu membalas pemaparan yang dilayangkan aliran lain, padahal kalau kita fikir dengan teliti, beliau mampu menjelaskan dan mendudukan persoalan perbedaaan sudurt pandang aliran lain dengan baik maka sudah pasti beliau sebetulnya mampu dalam menjelaskan dan mengkritik apa yang mereka tuduhkan. hanya saja Imam ar-Rāzi tidak melakukannya karena menganggap bahwa yang membaca kitabnya ini sudah dengan sendirinya faham bagaimana cara mengkritik pemikiran yang beliau paparkan.

Sehingga benar para ulama yang mengatakan bahwa, orang yang ingin membaca atau mempelajari kitab ini adalah harus orang yang sudah memiliki pengetahuan dasar mengenai metode Asy’ariah dalam berfirik, sehingga dia akan mampu mencerna sertiap perdebatan yang ada di dalam kitab ini dengan baik. Disamping juga harus sudah memiliki pengetahuan Bahasa arab dan perangkat ilmu yang dibutuhkan dalam memahami kitab tafsir secara umum.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

  Seni syair Arab (Bag. 1). Ketika kita ingin memngetahui sejarah syair arab maka akan lebih mudah jika kita membaginya kedalam beberapa fase. MASA JAHILI Syair arab yang sampai kepada kita dan dikenal sekarang sudah melewati masa yang panjang. Umurnya lebih tua dari syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam perjalanannya syair arab selalu memiliki tempat yang istimewa. Dengan bukti bahwa sebelum Islam lahir di Kota Mekah, dinding Ka’bah dihiasi dengan syair dari pujangga-pujangga ternama di eranya ( Muallaqat ). Pada masa Tabrizy ada sepuluh penyair muallaqat yakni: Umrul Qais, Nabighah, Zuhair, Tarfah, Antarah, Labid, Amru ibn Kulsum, Al-Haris ibn Hilza dan Abidul Abros. Seluruh hasil karya dari kesepuluh orang penyair itu semunya dianggap hasil karya syair yang terbaik dan sudah melewati seleksi yang sangat ketat dari karya syair yang pernah dihasilkan oleh bangsa Arab. Mengapa pada saat itu syair begitu tinggi kedudukannya? Pada masa jahiliah itu tradisi k

Resolusi

 Antara resolusi dan pembatasan takdir. (?) re·so·lu·si /résolusi/ n putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yang ditetapkan oleh rapat (musyawarah, sidang); pernyataan tertulis. tak·dir n 1 ketetapan Tuhan; ketentuan Tuhan. Dalam perkembangannya, resolusi digunakan untuk makna keinginan atau harapan yang harus dicapai diwaktu yang akan datang. Memiliki resolusi dalam hidup penting, untuk membuat hidup kita lebih terarah, bisa menemukan fokus yang benar. Sehingga apa yang perlu dilakukan dalam hidup bisa terlaksana dengan baik, kemana arah yang harus di tuju bisa dicerna. Tapi memiliki resolusi, apakah tidak mengkotak-kotakan takdir? Artinya dengan adanya resolusi kita hanya berharap takdir kita sesuai dengan yang kita inginkan. Tidak mau jika tidak sesuai dengan keinginan tsb. Tapi bukankah hanya tuhan yang tahu segala macam yang ada didepan? Mungkin iya, dengan resolusi seolah kita hanya menginginkan takdir itu terjadi. Tapi juga, tidak. Karena tuhan pun akan